Nama: Daanii Nabil Ghinannafsi Kusnanta
NRP: 05111940000163
Kelas: Rekayasa Kebutuhan D
Tugas 3 Rekayasa Kebutuhan D

Pesawat Lion Air PK-LPQ yang terlibat kecelakaan pada penerbangan 610 Pesawat Lion Air PK-LPQ yang terlibat kecelakaan pada penerbangan 610.
Sumber: https://www.flickr.com/photos/pkaren/31333957778/

Pada Oktober 2018, sebuah pesawat Lion Air Flight 610 jatuh tidak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta, Indonesia. Lima bulan setelahnya, pesawat Ethiopian Airlines Flight 302 juga jatuh di Ethiopia tidak lama setelah lepas landas. Persamaan dari kedua kecelakaan ini adalah kedua penerbangan menggunakan pesawat yang sama, Boeing 737 MAX.

Jatuhnya 2 pesawat yang sama dalam waktu singkat ini sangat menjadi perhatian dunia penerbangan. Setelah diselidiki, penyebab utama dari 2 kecelakaan tersebut disebabkan oleh sistem Manuevering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang terdapat pada Boeing 737 MAX.

Tentang MCAS pada Boeing 737 MAX

MCAS dikembangkan oleh Boeing untuk menirukan perilaku pitching pada seri Boeing 737 sebelumnya, Boeing 737 NG. MCAS melakukan hal tersebut dengan mengatur horizontal stabilizer sehingga hidung pesawat akan turun saat angle of attack pesawat terdeteksi naik.

Diagram mengenai Angle of Attack Diagram mengenai Angle of Attack.
Sumber: aviationchief.com

Boeing 737 MAX menggunakan desain pesawat yang sudah ada (Boeing 737-800), namun menggunakan mesin yang lebih besar dan berat. Implementasi MCAS pada pesawat tersebut ditujukan untuk mentolerir mesin pesawat yang kemungkinan akan menjadikan pesawat masuk pada kondisi stall (kondisi angle of attack yang besar sehingga pesawat kehilangan gaya angkatnya).

Sistem MCAS menggunakan Angle of Attack (AoA) Sensor untuk mendeteksi perubahan angle of attack yang tinggi. Selain itu, kondisi lain yang harus terpenuhi adalah:

  • Autopilot mati
  • Flap dinaikkan
  • Berbelok dengan tajam

Saat kondisi tadi terpenuhi, MCAS akan aktif hingga 9,26 detik sebelum berhenti selama 5 detik. Saat aktif, MCAS akan menggerakan horizontal stabilizer ke atas sebesar 0,27 derajat per detik untuk menurunkan hidung pesawat. Sistem akan nonaktif setelah angle of attack berada dibawah threshold atau saat dinonaktifkan manual oleh pilot dengan mematikan saklar STAB TRIM CUTOUT.

Identifikasi Kebutuhan pada MCAS

Kebutuhan fungsional dari MCAS:

  • Menggerakkan horizontal stabilizer untuk mengurangi resiko stall
  • Aktivasi sistem otomatis
  • Dapat dinonaktifkan secara otomatis dan manual oleh pilot

Kebutuhan non-fungsional dari MCAS:

  • MCAS sesuai dengan regulasi Federal Aviation Administration (FAA)
  • Dapat diandalkan setiap saat selama penerbangan
  • Mudah dipahami oleh pilot dan dokumentasi yang jelas
  • Critical failure time yang minim untuk mengurangi resiko kecelakaan

Permasalahan pada MCAS

Beberapa permasalahan pada MCAS yang menjadi penyebab utama skandal adalah:

Tidak adanya dokumentasi

Fungsi MCAS sendiri diimplementasi untuk mentoleransi mesin baru yang digunakan pada model pesawat lama. Boeing ingin pesawat yang baru tidak memerlukan training tambahan sehingga bisa mengurangi biaya.

Untuk hal yang sama, sistem MCAS disembunyikan oleh Boeing. Dokumentasi Boeing 737 MAX tidak menyebutkan sistem itu sama sekali dengan harapan pilot dan teknisi tidak memerlukan training tambahan untuk sistem tersebut.

Desain sistem buruk

Overview sistem MCAS Overview sistem MCAS.
Sumber: b737.org.uk

Sistem MCAS hanya menggunakan satu AoA Sensor. Padahal, Boeing 737 MAX memiliki 2 AoA Sensor. Tidak adanya redundansi pada sistem ini menyebabkan sistem sangat rentan pada kesalahan. Malfungsi pada sensor dapat mengaktifkan MCAS pada saat tidak dibutuhkan. Meskipun pilot telah berhasil menurunkan angle of attack, MCAS mungkin saja tetap aktif dan tetap menurunkan hidung pesawat. Seperti yang terjadi pada 2 kecelakaan pada studi kasus ini.

Critical failure time pada sistem akhir juga hanya 10 detik. Pilot hanya memiliki 10 detik untuk menonaktifkan MCAS sebelum berakibat fatal.

Kesalahan pada pengujian
Pengujian sistem yang signifikan seperti MCAS harusnya dilakukan oleh FAA. Akan tetapi pada Boeing 737 MAX, pengujian didelegasikan oleh FAA ke Boeing sendiri. Pengujian oleh Boeing pun dibatasi dan waktu analisis dipersingkat karena tuntutan petinggi Boeing. Hasil pengujian juga tidak mencantumkan MCAS untuk memastikan Boeing 737 MAX segera mendapat izin dari FAA. Kesalahan desain yang sempat dimunculkan oleh teknisi Boeing juga kerap diabaikan.

Maladministrasi
Boeing ingin Boeing 737 MAX dapat bersaing. Itu juga kenapa permasalahan tadi terjadi. Boeing ingin pesawat barunya dapat segera dipakai industri penerbangan tanpa training tambahan bagi pilot. Untuk itu, Boeing menutupi berbagai permasalahan tadi hingga tragedi 2 pesawat tersebut terjadi. Pilot penguji Boeing pun juga menutupi adanya sistem MCAS pada pesawat.

Referensi

http://www.aviationchief.com/angle-of-attack.html
http://www.b737.org.uk/mcas.htm
https://en.wikipedia.org/wiki/Boeing_737_MAX_groundings